index

Jumat, 08 Juli 2011

LOMBA DUNIA MAYA-JANGAN MUDAH PERCAYA ORANG ASING

Bel sekolah telah berdentang 5 detik yang lalu sesaat setelah aku sampai di sekolah. Pagi ini pelajaran fisika, pelajaran yang paling aku suka. Aku memang selalu terlambat kalau datang ke sekolah. Semua teman mungkin sudah tahu hal itu. Wajar saja aku begitu karena rumah dengan sekolah cukup dekat. Mungkin hanya 3 menit waktu yang diperlukan untuk sampai di sekolah.
ku lihat Adit masih duduk di kursi selasar kelas kami. Masih asik dengan smsannya. aku tebak siapa yang sedang di sms nya! Pasti pacar barunya yang 2 minggu yang lalu jadian. Bagiku itu wajar jika ia begitu sayang dan selalu ingin berkomunikasi dengan pacarnya. Terang saja, dalam cinta pertamanya ia gagal. Kemudian yang kedua juga gagal. Padahal dari segi fisik ia paling sempurna di dalam geng kami. Ia ganteng, paling ganteng diantara kami. Tubuhnya juga bidang dengan dada yang lebar, jika dilihat dari belakang terlihat keren sekali dan pastinya jika dibanding dengan kami tentu dialah yang paling keren. Selain itu, hidungnya juga mancung, lurus dan langsing menambah keindahan wajahnya. Lalu warna kulitnya juga kuning langsat, pastinye lebih indah dari kami semua yang rata – rata berwarna gelap. Tapi ada hal yang aku herankan, kenapa dia harus 2 kali gagal dalam urusan cinta. Untuk urusan cewek – cewek yang naksir dia tentulah tak terhitung lagi jumlahnya. Ada yang mulai dari menyatakan lewat kami perasaannya sampai ada yang menyatakan langsung di depan orang ramai hingga dalam 1 jam saja kejadian itu bisa menyebar hingga ke pelosok sekolah. mungkin kalau ayam peliharaan penjaga sekolah yang selalu terkurung di kandang bisa mendengar pastilah suasana sekolah menjadi bertambah semarak kehebohannya. Tapi ada pertanyaan di dasar hati yang selalu membayang. Apa mungkin seseorang bisa jatuh cinta atau minimal sayang kepada seorang yang baru dikenal beberapa minggu, ketemupun tak pernah ditambah lagi mereka pisah kota. Tapi pertanyaan itu aku simpan dan aku bungkam rapat – rapat lalu aku jawab ketus dengan suara lain.
Kamu tidak pernah mengalaminya, dan kamu bukan dia. Titik”. Akupun diam. Kusimpan lapat – lapat dalam relung paling dalam.
Berbuih – buih aku ingatkan dia tentang aturan smsan. Dilarang smsan jika pelajaran sedang berlangsung, amat besar resikonya. Mulai dari disita sampai keluar dari kelas. Tiap kali aku ingatkan selalu dibalas dengan senyum dan berkata “santai aja”. Yach....nasib baik masih berawan dikepalanya. Ia hanya ditegur dan tidak sampai hpnya disita. Dan anehnya aku masih menganggap itu hal yang wajar karena jika ia menyayangi pacarnya tentulah hal yang berisiko seperti itu ia lakukan.
Sebulan terakhir ini ada yang aneh aku perhatikan darinya. Awalnya sekali atau dua kali kami masih percaya tapi ini dilakukan tiap hari. Jika istirahat pertama ia yang paling getol mengajak kami ke kantin. Tentu ke kantin Bu Lira langganan kami. Tapi sekarang malah kami yang giat mengajaknya kesana. Ini sangat mencurigakan semasa ia jadian dengan cewek di dunia mayanya itu. Ada lagi selain itu, setiap hari dan setiap jam pelajaran ia memang selalu smsan dengan pacarnya, tapi ketika ia tidak smsan atau sedang marahan dengan pacarnya ia selalu terlihat keringatan, mungkin seperti menahan kesakitan. Entah itu bagian jantung atau ginjalnya. tiap kali ia ditanya selalu mengatakan tidak tahu. Entahlah, aku sedikit bimbang dengan jawabannya. Aku merunut – runut semenjak setahun lebih yang lalu aku kenal dia. Awal kelas satu aku sebangku dengan dia. Tiba – tiba setelah beberapa hari duduk dengan aku dia malah pindah. Tapi aku tak peduli kenapa dia pindah. Setelah lama berteman atau sekitar satu semester ia mulai berani mengatakan alasannya kenapa waktu itu pindah. Terang saja aku sedikit kesal dan lucu dengan alasan yang dikemukakannya.
“kamu tahu kenapa aku waktu itu pindah setelah beberapa hari duduk denganmu?” tanyanya singkat.
“ndak. Memang kenapa?”. Jawabku singkat dan balas bertanya.
“aku kasi tahu tapi jangan marah ya?. Begini ceritaranya. Waktu aku duduk sebangku denganmu aku lihat kamu ini pendiam, pendiam sekali. Lebih pendiam dari anak – anak pendiam yang pernah aku temui. Tiap kali aku tanya jawabmu selalu singkat. Singkat, padat, jelas dan mencurigakan. Dan tiap tatapan matamu sangat tajam seperti ingin menelanjangiku. Hiiih....bergidik aku rasanya. Aku lalu menarik kesimpulan bahwa kamu ini.........be..ncong”.
Kalimat terakhir yang putus – putus dan terdengar samar – samar ini masih bisa aku tangkap. Kesal sekali aku dibuatnya. Siapa yang tidak kesal kalau dikatakan bencong padahal tidak sama sekali. Aku akui Tatapanku memang tajam, seperti ingin menelanjangi atau mengajak kelahi. Rasa Lucu juga hadir ketika mendengar alasannya tentang sikapku yang pendiam dan merupakan ciri – ciri bencong. Ah...sejak kapan bencong itu pendiam? Bukannya bencong itu agresif. Entahlah tapi alasan itu cukup lucu bagiku hingga menutupi kekesalan.
“hahahahahha”. Aku Cuma bisa tertawa , tak ada komentar tentang pernyataannya.
Lah? Kok ketawa? Tanyanya dengan rasa bingung.
“kan tadi katanya jangan marah, tapi ketawa ndak ada dilarang. Betulkan?” Jawabku singkat yang memutar omongannya.
“hehe” Pernyataanku si jawab dengan ketawa tak bersuara.
“Sebernarnya aku kesal. Benar – benar kesal ketika kamu katakan aku bencong. Tapi ada yang lucu dan sangat lucu, masa sih bencong itu pendiam?. Perasaan bencong itu agresif. ”
Ku mulai dari kejadian itu aku mengingat – ingat apakah gerangan penyakit yang temanku pernah derita sampai sekarang. Lama aku berpikir, tak satupun dari kepingan – kepingan waktu bersamanya mengindikasi kalau ia pernah mengalami atau menderita sakit. Lagipula ia tak selalu terbuka dengan masalahnya. Kesimpulannya ia tak mengidap sakit apa – apa artinya ia sehat wal afiat. Sekarang yang jadi pertanyaannya ialah kenapa sering merasa sakit ?
Keganjilan ini tak bisa aku menahannya sendirian dihati. Begitu bergejolak , begitu membingungkan . Aku memilih Vian sebagai teman curhatku. Ia adalah anak kelas 2 ipa1. Vian juga salah satu teman dalam gengku. Dalam hal cinta ia memang pakarnya karena tak terhitung lagi berapa jumlah cewek yang telah ditaklukannya mulai dari yang kaya hingga yang cantik.
Semua murid pulang. Sekolah sepi. Seperi kuburan. Angin berlari kesana kemari. Diantara gedung lab kimia dan lab seni aku duduk melenggut menikmati angin. Ini adalah markas kami. Bunyi gesekan sepatu dan lantai semakin dekat.
Hilir mudik obrolan aku dengan Vian. Tak tentu arah. Kadang dari atas ke bawah lalu ketengah lagi kemudian ke pinggir lalu bermuara di satu topik: tentang Adit. ia juga merasakan perubahan tentang dirinya, mulai dari jarang jajan sampai merasa kesakitan. Aku senang. Aku menemukan orang yang senasib perasaan dengan aku.
Aku tanya ia dengan pertanyaan yang mati suri sebelumnya. apa mungkin seseorang bisa jatuh cinta dengan seseorang yang baru dikenal dan tak pernah ditemui. kayanya jaranglah tapi ada kemungkinan. apa kamu pernah lihat dia keringatan menahan kesakitan. entahlah, tapi harus kita cari kenapa bisa begitu. Kami lalu pulang karena hari juga telah sore.
Tak kusangka ternyata personil gengku juga merasakan demikian dengan perubahan Adit. kami sepakat untuk mengancamnya kalau tidak mau terus terang tentang hubungannya. Kami introgasi layaknya terdakwa pencurian motor dan kami sekumpulan polisi pembela kebenaran. Awalnya ia tak mau kesal dengan cara kami seperti ini tapi setelah berdebat panjang lebar akhirnya dia buka mulut dengan ikhlas.
Astagfirullahalazim!!. Tak kusangka, benar tak kusangka. Aku semakin curiga. Antara Cewek itu, sakit dan jarang jajan. Segitiga yang menyiku di cewek itu. Ada apa dengan cewek itu. dari beberapa pertanyaan yang menggantung dihati ada yang telah terjawab. Adit jarang jajan karena ia sering dimintai pulsa dengan pacarnya. Gemeletuk gigiku mendengarnya. Saat keinginin cewek itu tak dipenuhi kadang ia merasa kesakitan dibagian kiri badannya. Apa karena cewek itu? dan lagi ia adit pernah memberikan fotonya pada pacarnya. Astagfirullahalazim!! Apa benar dugaanku? Dugaan tentang pelet atau tenung atau dunia perdukunan dan sejenisnya. Aku pernah mendengar tentang dunia itu lewat cerita – cerita teman bahwa hanya dengan foto atau sehelai rambut orang bisa mati. Hih....bergidik aku dibuatnya. Analisa anak SMA macam aku ini terlalu dalam dan berani dengan beralaskan cerita – cerita yang aku pernah dengar.
Kami satu geng Aku, Sarfin, Adit, Vian, Popo, Udin dan Anton berkumpul di markas kami. Berbicara ngalor ngidul, dan pada akhirnya entah darimana tiba – tiba pembicaaran itu menjurus ke Adit. kami semua kompak ingin menyelesaikan masalahnya. Aku terang – terangan bicara tentang argumen kemarin. Dan beruntungnya argumenku didukung teman yang lain dan ia hanya bisa pasrah menerima usul temannya yang cerewet ini.
Kami merencanakan mengambil foto yang pernah adit berikan ke pacarnya. karena kami curiga, lewat foto itu maka semua ini bisa terjadi. Sebelumnya Adit pernah menjumpai pacarnya di pontianak. Ia pergi sendirian. Menurutnya pacarnya manis, badannya kecil. Jadi tidak susah kami membuat teknis keberangkatan sampai pulang.
Sabtu sepulang sekolah kami berangkat. Dan pulangnya minggu siang atau sore. Tujuan utama adalah mengambil foto. Aku dan vian yang bertugas mengambil foto. Jam 3 lewat kami telah sampai di Pontianak. Lalu istiharat sebentar dirumah paman sarfin. Rumah itu cukup luas mampu menampung kami bertujuh. Lalu kami bertiga Aku, Vian dan Adit melakukan survey lokasi rumah pacarnya. rumahnya masuk ke dalam gang. Gang yang sepi. Tiap rumah jaraknya jauh sekali 20 sampa 30 meter. Ini membuat angker. Dan rencana akan kami jalankan pada malam minggu ini.
Kami bertigapun berangkat. Kami dan adit pura – pura tidak kenal. Kami berdua menunggu di seberang jalan tepat di depan bak pembuangan sampah yang berdekatan gang rumah pacarnya. smspun masuk.
“rumahnya kosong. Aku akan bawa dia jalan.”
Yes. Langkah pertama berjalan mulus. lalu dari seberang kejauhan sana lapat – lapat aku melihat sinar lampu motor adit. ia lalu belok kekiri. Kami sudah berada di posisi di belakangnya ketika ia belok kiri lalu sebuah benda kecil berwarna putih jatuh dekat bak pembuangan sampah dari motor itu. langkah kedua berhasil. Kami ambil lalu mengambil barang itu. barang itu adalah kertas yang di ronyok – ronyokkan dan didalamnya ada kunci rumah pacarnya. Kesempatan emas. Aku naiki motor, masuk ke gangnya. Gang itu gelap. Jalannya juga kecil. Keadaan ini semakin menambah keangkeran rumahnya.
Sampai di depan rumahnya dengan gaya santai dibuat – buat seolah – olah akulah pemilik rumah ini. Aku buka pintu dengan kunci. Untuk pertama kalinya aku berlagak seperti pencuri. Tapi untunglah rumah para tetangga jauh – jauh jadi aku tidak begitu gemetaran. Adit mengatakan kalau kamar pacarnya disebelah kiri berdampingan dengan ruang tamu. Vian menunggu diruang tamu, tugasku mengambil foto adit. Lalu aku dekati kamar sasaran. Pelan – pelan aku pegang gagang pintu. Aku tekan kebawah. Pintu sedikit terbuka. Aku langsung terlonjak dari pijakan berdiri didepan pintu. Aku lemas terduduk. Keringat dingin keluar di dahi. Bau anyir darah dan harum melati dari kamar itu seketika menyergap hidungku. Aku kaget. Kaget sekaget – kagetnya. Suasana kamar itu angker sekali belum saja aku buka semuanya sudah begitu menakutkan. Vian langsung bangkit dari ruang tamu mendekati aku. Ia pun sedikit ngeri melihat semua ini. Aku tak berani masuk sendirian. Kami berdua membuka pintu kamar. Aku tahan napas. Kamar itu gelap. Tak tau aku stop kontak lampu itu dimana letaknya. Vian menggunakan lampu hpnya untuk sekedar menerangi. Aku lihat sebuah meja agak panjang. Samar – samar aku lihat seperti sebuah boneka dari rumput – rumput dan pisau di ujung kanan meja. Tak mau aku memikirkan itu untuk apa karena pikiranku sudah tertambat untuk mencari foto dan secepatnya keluar dari rumah setan ini. Aku sapu semua daratan meja. Dan.......aku melihat bingkai foto. Aku renggut dari meja. Benar! Benar! Ini foto Adit. bergegas aku dan Vian keluar dari rumah itu. dengan segenap ketakutan aku bawa lari motor agar cepat – cepat aku keluar dari gang ini.
Deg – degan bercampur ketakutan masih menari – nari di kepalaku. Bayangkan saja, rumah itu seperti kuburan. Kamar itu seperti kamar dukun. Benarkah cewek itu yang melakukannya? Ada kemungkinan. Aku lirik Vian, ia tak kalah rusuh dengan aku. Lewat sms aku beritahukan Adit tentang keberhasilan kami. Kami menunggu lagi ditempat tadi. Setengah jam lagi Adit pulang. Kami letakkan bungkusan “putih” itu ditempat semula ketika “terjatuh” tadi. Kami terus mengawasi dari jauh bungkusan itu agar tidak terjadi apa – apa. Pelan tapi pasti aku melihat seseorang berhelm biru memkai motor biru pula. Pasti Adit. kami lihat dari kejauhan ia seperti kejatuhan sesuatu di tempat bungkusan itu tergelatak. Sekitar 30 meter dari barang yang jatuh lalu ia berhenti. Aku lihat ia setengah berlari dengan kaki kanan berjengket. Ah...ternyata ia pintar sekali. Pura – pura menjatuhkan sendal agar bisa mengambil bungkusan “putih” itu.
Kami masih menanti di tempat persembunyian. Tak lama kemudian aku lihat Adit sudah keluar dari gang. Aku mainkan gas. Lalu kami kerja ia. Kami berhasil melakukan skenario. Berhasil dengan sukses. Kami membakar bingkai dan seisinya. Teman yang lain ikut senang dengan semua ini Aku ceritakan pengalaman beberapa jam yang mengerikan itu hingga jauh malam..
Esok pagi kami lekas – lekas berangkat meninggalkan kota ini. Lebih cepat dari rencana. Aku tak mau terus – terusan berlama – lama di kota ini dengan perasaan takut berkecamuk. Tengah hari baru kami semua sampai dirumah masing – masing. Aku kelelahan. Ketakutan juga masih bersarang diperasaanku. Tanpa sadar aku ketiduran dan terbangun karena berdering dihinggapi sms.
“terima kasih teman – teman. Aku yakin 100% sakit itu karena dia. Buktinya aku tadi tidak mau mengikuti keinginannya dan aku beranikan untuk memarahinya. Aku tunggu – tunggu sakit itu datang lagi, dan ternyata nihil. Ini nomor baruku. Save ya? Dari Adit.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar